Senin, 14 Mei 2018

Teroris punya agama

Bukan soal agama yang harus kita tuntut dalam hal seperti ini. Teroris punya agama, baik islam, kristen, hindu, budha, dsb. Tapi, mari kita tela'ah segala bentuk perkataan, maupun ceramah mengenai anti keberagaman. Meningkatkan agama bukan hanya tentang menaikan derajat Tuhan, tapi tentang memuliakan manusianya juga. Agama memang tidak pernah mengatakan untuk membunuh sesamanya, tapi apakah Tuhan juga akan harus terus dibela sedangkan kita lupa bahwa banyak disekitar kita yang diperlakukan tidak adil? Mari berani untuk kritis dan intoleran terhadap pesan-pesan yang membenci perbedaan.

Jumat, 06 April 2018

Asap ke hilir

Berambisi, berapi-api, mengudara lewat asap menuju hilir.
Sering atau tidaknya mematukkan pilihan hidup untuk sebuah idealisme.
Keinginan untuk setara adalah pintu, kuncinya ada di cara untuk berbahagia.
Jangan memaksakan keadaan, ya.

Senin, 02 April 2018

Bayang dini hari

Se-menuju-pagi ini, aku merasa gelap di depanku adalah bayangan yang sekarang aku inginkan berada disini. Untuk mengetahui hal-hal yang telah aku ceritakan, untuk tau sebenarnya yang terjadi adalah hal-hal yang telah di-camkan bersama.
Aku memang bebal sekeras batu, yang setiap harinya ditetesi kepintaran.

Jumat, 30 Maret 2018

Memang bukan kotaku

Harpitnas yang menyenangkan minggu ini aku habiskan untuk pergi ke tempat yang pernah membuatku sangat nyaman. Aku hampir lupa sebenarnya ini bukan tempatku untuk bertahan namun lingkungan yang menyenangkan membuatku merasa disinilah hidup seharusnya berbahagia. 
Aku takut akan kembali lagi dan menjadi buram. Aku belum bisa menjadi air untuk kembali dan menumpahkan segala isi kepalaku. Aku setiap harinya berharap untuk menambahkan nyawa baru yang hampir mati jika aku kembali. Jika setiap harinya berharap, memang semuanya tidak akan terjadi. Aku hanya berharap untuk kembali dilahirkan di suatu tempat yang memang bukan kotaku.
Tidak akan terjadi. Berharap kan?

Rabu, 28 Maret 2018

Kalah

Kalian bisa tinggalkan tulisan ini jika kalian mengharapkan ada sequel dari tulisan-tulisan sebelumnya. Sungguh aku tidak memikirkannya sama sekali untuk membuat ini rapi.
Aku sedang mendengarkan lagu Juwita Malam dari Ismail Marzuki yang dinyanyikan oleh Indra Kusumah. Dari lagu yang kudengarkan sampai apa yang ku tulis ini sebenarnya tak ada hubungannya.
Baiklah.
Hah.
Menurut kalian sebenarnya mengalah itu seperti apa? Tanda kedewasaan? Atau syarat untuk menang?
Sugestiku terlalu tajam. 
Ya memang maksudku begitu. Mengalah adalah menang, dan tanda kedewasaan. Tapi, apa terlalu dewasa tidak begitu menyakitkan? Sebaiknya kita harus tetap bertahan seperti itu.
Nah, sekarang lagunya udah ganti, aku sedang mendengarkan Koenang Koenang dari Ismail Marzuki lagi yang dinyanyikan oleh Tiga Pagi. Begitu dengar 5 detik pertama aku langsung tau kalo ini Tiga Pagi. Aku menyukai lirik lagunya. Kerinduan akan kunang-kunang oleh seorang perwira. 
Ngomong-ngomong, kapan kalian terakhir liat kunang-kunang? Apa memang benar seperti liriknya, bisa menghibur hati yang dendam rindu?
Hah.
Membingungkan kan?
Aku hanya tau mengalah adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah. Jika aku sebut "meskipun" setelah kalimat sebelumnya tadi. Aku yakin akan ada yang gusar membacanya. 
Karna mengalah tak kenal mengeluh.

Selasa, 27 Maret 2018

Over rain

Hehe..
Aku meletakkan jari-jariku pada tuts laptop ini setelah bertengkar hebat dengan jalanan mengarungi deras sialnya hujan. Bodohnya, aku malah tidak membawa jas hujan di negara ber-dua musim ini. Padahal ya kalau tidak panas, ya hujan. Bodoh.
Aku sedang memegang beberapa catatan penting malam ini. Aku yakin kalian akan tau.
Bahwa aku.
Yang sedang mengenakan kaus oblong bercelana bola dan memegang botol soda ini. Sedang memikirkan bagaimana mengurusi banyak kepala yang kerap kali perduli namun sebenarnya penasaran mengurusi.
Aku heran.
Di bumi ini untuk menjadi orang baik adalah diartikan sebagai orang yang dungu. Dungu berarti tidak tau apa-apa dan selalu menjadi bahan cacian. Padahal seyogianya orang baik harus ada dan akan selalu menolong orang-orang yang baik juga (atau tidak baik sekalipun). Untuk menjadi jahat sekalipun sebenarnya dibutuhkan kepintaran lebih, namun kurang dalam akalnya. 
Jika seribu orang tetap mengajarkanku untuk menjadi jahat agar tidak terlihat dungu, apakah ada kurang dari 1 orang yang akan mengajarkanku kebaikan dan menjadikanku tetap dungu? Tentu ada..
Aku.
Dasar sombong kau, dungu.

Minggu, 25 Maret 2018

Belum juga?

Aku mengeluhkan kembali betapa susahnya menulis seperti ini. Aku mengatakan seribu kali pada diriku sendiri untuk tidak lagi menulis kata-kata ini seperti di novel. Tapi bagaimana mungkin bisa aku memendamnya sendiri sementara kalian saja mengenalku? Atau tidak? Sebenarnya aku tidak perduli. Aku akan tetap menulis. Mengetik sebenarnya, supaya lebih keren.
Aku mencintai energi baik setiap kali selepas menonton film. Bagaimana kalau perempuan (yang ku suka) sekarang ini sedang membaca tulisanku lalu menjadi pemeran utama filmnya sementara aku menjadi penontonnya? Terbayangkan betapa sehatnya aku kaya akan energi.
Jika yang sedang membaca ini perempuan yang ku maksud, sebentar.. 
Aku sedang mengubah bayanganku untuk menjadi lawan mainnya.